//DIANrain

السلام عليكم
Hey ! Good days to you!


السلام عليكم Welcome to my journal . You've stuck in my unprivate diary. ABOUT ME?? I am who I am?? haha !!I am childish... Can be quite shy too ^▵^ I think I can be a friendly person, so we can be a good friend. Nice to meet you♣ Hope you like my online diarys♥ Wish you enjoyed my blogger♣ Follow if you like me (>.<) Have a nice day, guys! Thank you for visit my blog and being my reader...

Status : I am just simple girl with smile in every Rain!♥I Love Rain, because there's always a Rainbow after every Rain.


Click here



WARNING.!!
I'm Sorry...


Right click aren't allowed here.
Please click CTRL+C to copy and CTRL+V to past.
Thanks a lot!❤
Tagboard
Rainbow after Rain


Like Rain Like Rainbow


Credits

Basecode: Nadya.
Full edit: SitiSyuhadah
Re-Edit by: Me


Rain's friendship














I love clouds and pretty raindrops

My Favourite Site


Click Here => | VivaLapasatu | TUMBLR |
SEMUA KENANGAN TENTANGNYA

Perhatianku tertuju pada kak Mia yang sedang duduk termenung di bangku taman. Jika senja telah tiba, kakak selalu duduk di bangku taman itu, sambil menghadap matahari yang perlahan pergi. Entah mengapa kali ini aku ingin menemaninya! Padahal biasanya aku enggan untuk berlama-lama di sana, karna kupikir waktuku akan terbuang sia-sia. “Ternyata lumayan juga pemandangan di sini”, kak Mia kaget mendengar suaraku yang datang tiba-tiba dari belakang. Aku melempar senyuman padanya, namun ia enggan membalas senyumanku. “Boleh aku menemanimu?”, ia hanya mengangguk. Setelah itu sunyi, tak kudengar suara kak Mia dan aku pun ragu untuk membuka pembicaraan. Kami hanya terdiam memandangi langit. Dan aku pun  terbius oleh keindahan senja di hadapanku. Hingga ku dengar suara tangis yang sangat lirih di sampingku. Aku segera menatap wajah kak Mia yang ia tutupi oleh kedua telapak tangannya. Aku membukanya perlahan, dan ia menurut. Ku usap air matanya, lalu perlahan ku beranikan diri bertanya padanya.
          “Apa yang sedang merusak suasana hatimu kak? Biasanya kau selalu ceria ketika senja telah tiba! Jika kau tidak keberatan, izinkan aku tuk jadi wadah curahan hatimu!” Kak Mia menghempaskan tangisannya di pelukanku. Ku rasakan tubuhnya bergetar, hingga rasa sesak di hatinya turut kurasakan. “Luapkan semua emosimu kak, menangislah sepuasnya. Aku akan menemanimu”, seketika tangisnya berhenti. Kak Mia menghapus air mata yang menghalangi pandangannya. Sekarang tatapan kami beradu. Ia berusaha untuk bercerita, meski sedikit tersendat oleh tangisnya. “Aku tak apa, aku baik-baik saja. Aku hanya..... Hanya takut. Takut bila nanti ku tlah tiada, semua orang akan kecewa karena aku tak sempat membahagiakan mereka. Terutama ayah dan ibu!” Aku tersentak mendengarnya, tak kusangka kalimat itu yang keluar dari bibir manis kak Mia. Kalimat itu yang membuat sesak hati kakakku tercinta.
          “Oh kakak, apa yang telah kau pikirkan? Tak pantas bila kau berkata seperti itu. Hidup dan mati itu rahasia Tuhan......” “Aku tau, umur manusia siapa yang tau. Aku  takut bila nanti hal itu akan terjadi” kak Mia menyelat pembicaraanku. Aku berusaha menenangkan hatinya “Sudahlah, begini saja. Kita buat sebuah perjanjian.  Mulai  sekarang berjuanglah untuk membuat hati ayah & ibu bangga, bagaimanapun caranya. Emh..... Aku punya usul! Kau bisa berusaha untuk menyelesaikan kuliahmu dengan segera. Dengan begitu ayah & ibu akan bangga padamu” Kak Mia terdiam sejenak, seperti ada yang ia pikirkan di benaknya. “Bagaimana jika aku tak bisa melakukannya? Bagaimana bila waktuku di dunia ini telah habis sebelum aku menyelesaikan tugas itu?” “Aku yang akan menggantikanmu. Aku akan meneruskan perjuanganmu. Aku akan berjuang agar aku bisa ditrima di universitas negeri lewat jalur undangan. Itu kan yang ayah & ibu inginkan?”  “Oh Dika.... Kau sungguh adik yang baik. Berjanjilah untuk melaksanakan tugas itu dengan baik” “Ya, aku berjanji. Seperti mu janji mu padaku”
***


          Hari-hariku sangat indah, kebahagiaanku bersumber pada keluarga kecil yang kumiliki. Ayah, ibu dan kak Mia selalu berbagi kasih dan sayangnya padaku. Seperti yang pernah ia janjikan padaku, kak Mia telah berhasil menyelesaikan kuliahnya. Kira-kira sebulan lagi ia akan diwisuda. Namun kekhawatiranku muncul ketika dokter memfonis kak Mia bahwa umurnya takkan lama lagi. Karena kondisi tubuhnya yang semakin lemah, kak Mia terpaksa dirawat inap. Setiap sepulang sekolah, aku menyempatkan diri untuk menemaninya. Apapun kulakukan, demi kesembuhan kak Mia. Suatu ketika saat aku mengunjungi kak Mia, kamar tempat ia biasa dirawat nampak sepi. Aku bingung, takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Segera aku bertanya pada perawat di sana. Ternyata kak Mia sedang anteng duduk di kursi roda di taman belakang. Aku menghampirinya dan menghabiskan waktu bersamanya sebelum senja tiba.  Canda tawa selalu menghiasi hari-hari kak Mia. Ia pandai menyembunyikan rasa sakit yang menghampirinya. Bahkan selama aku menemaninya, dia tak pernah mengeluh padaku. Itu yang kusuka dari seorang Mia Marshantia. Seorang kakak yang tegar bagiku.
          Dua minggu lagi kakak akan diwisuda, ia tak sabar menunggunya dan sampai saat itu kakak terlihat jauh lebih baik. Bahkan dokter membolehkannya untuk pulang ke rumah. Kakak nampak sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk acara wisuda nanti. Ayah & ibu nampak bahagia. Namun seminggu sebelum acar wisuda dilaksanakan, kondisi tubuh kakak kembali melemah. Bahkan ia mengalami koma. Kami sangat khawatir dengannya. Ayah dan ibu tak henti-hentinya menemani Kak Mia yang terbaring lemah. Begitu juga denganku. Kami terus berdoa semoga Tuhan masih mengizinkan kak Mia untuk hadir di acara wisuda yang telah lama ia nantikan. Hanya itu yang kami pinta, kami akan merelakan kepergiaannya ketika ia telah menghadiri acara wisuda itu. Kami ingin melihat senyum cerianya untuk yang terakhir kali. Detik demi detik berlalu, yang kami lakukan hanyalah berdoa. Karena memang hanya itu yang dapat kami lakukan. Dokter pun tak berani untuk berjanji bahwa kak Mia akan terbangun dari komanya.
          Tuhan berekendak lain! Tepat sehari sebelum acara wisuda itu, kakak tertidur untuk selamanya. Kami tak bisa berharap lagi, ia telah pergi meninggalkan kami untuk selamanya. Tak ada lagi senyumannya yang khas, tak ada lagi canda tawa yang biasa terdengar. Semua telah menjadi kenangan yang terukir indah di hati dan ingatan kami. Aku sedikit kecewa pada takdir yang telah digariskan Tuhan pada Kak Mia. Mengapa Tuhan tega mengajak Kak Mia untuk kembali ke sisi-Nya sebelum Kak Mia mendapatkan apa yang ia inginkan? Mengapa Tuhan tak mengizinkan Kak Mia menyelesaikan niat baiknya untuk membuat ayah & ibu bangga? Mengapa Tuhan berkehendak lain? Dan mengapa Tuhan mengambil nyawanya tepat sehari sebelum hari bahagianya terjadi? Aku benar-benar kecewa.
          Tapi itu dulu, kini tak ada lagi rasa kecewa mengganggu hatiku. Setelah ku teringat akan janjiku pada Kak Mia. Ya, aku berjanji akan melanjutkan perjuangannya untuk membuat ayah & ibu bangga. Syukurlah aku ditrima di universitas negeri yang aku inginkan. Tak tanggung-tanggung, ribuan siswa yang mendapat jalur undangan telah aku kalahkan. Aku bisa membuat ayah & ibu bangga, bahkan mungkin saat ini Kak Mia turut merasakan kebahagiaan kami di surga sana. Dan kini aku tersadar, apa yang dulu aku perbuat itu semua salah! Tak baik menyalahkan Tuhan, Tak baik merasa kecewa atas apa yang telah Tuhan berikan pada jalan kita. Karena selalu ada hikmah di balik semua itu. Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Kak Mia memang tak bisa menyelesaikan tugasnya hingga selesai. Namun berkat perjuangan Kak Mia, aku bisa termotivasi untuk menyelesaikan tugasku. Lewat peruangan Kak Mia, aku bisa membuat ayah & ibu bahagia, sama persis seperti apa yang Kak Mia cita-citakan.
          “Ini mas pesanannya”, seorang pelayan restaurant membangunkanku dari lamunan. “Oh, ya terimakasih mbak”. Hari ini aku berencana untuk mengunjungi panti asuhan, kegiatan rutin yang kulakukan setiap hari sabtu. Ini juga merupakan salah satu keinginan kak Mia sebelum ia tiada. “Nanti aku ingin memberikan sedikit uang saku yang telah aku kumpulkan untuk berbagi kebahagiaan pada mereka dik. Aku ingin membuat sebuah senyum di wajah mereka, meski hanya lewat sekotak makanan”. Sungguh keinginan yang mulia. Meski kini ia telah bahagia di surga-Nya, namun semua kenangan itu akan terus ada di dalam hatiku.

Label:



Older Post | Newer Post