السلام عليكم
Hey ! Good days to you!
Click here WARNING.!!
I'm Sorry... Right click aren't allowed here. Please click CTRL+C to copy and CTRL+V to past. Thanks a lot!❤ Tagboard
Rainbow after Rain Credits
Basecode: Nadya. Full edit: SitiSyuhadah Re-Edit by: Me Rain's friendship I love clouds and pretty raindrops My Favourite Site Click Here => | VivaLapasatu | TUMBLR | Follow @_Dianmaulani
| SEMUA KENANGAN TENTANGNYA
Perhatianku tertuju pada kak Mia yang sedang duduk
termenung di bangku taman. Jika senja telah tiba, kakak selalu duduk di bangku
taman itu, sambil menghadap matahari yang perlahan pergi. Entah mengapa kali
ini aku ingin menemaninya! Padahal biasanya aku enggan untuk berlama-lama di
sana, karna kupikir waktuku akan terbuang sia-sia. “Ternyata lumayan juga
pemandangan di sini”, kak Mia kaget mendengar suaraku yang datang tiba-tiba
dari belakang. Aku melempar senyuman padanya, namun ia enggan membalas
senyumanku. “Boleh aku menemanimu?”, ia hanya mengangguk. Setelah itu sunyi,
tak kudengar suara kak Mia dan aku pun ragu untuk membuka pembicaraan. Kami
hanya terdiam memandangi langit. Dan aku pun
terbius oleh keindahan senja di hadapanku. Hingga ku dengar suara tangis
yang sangat lirih di sampingku. Aku segera menatap wajah kak Mia yang ia tutupi
oleh kedua telapak tangannya. Aku membukanya perlahan, dan ia menurut. Ku usap
air matanya, lalu perlahan ku beranikan diri bertanya padanya.
“Apa yang sedang
merusak suasana hatimu kak? Biasanya kau selalu ceria ketika senja telah tiba!
Jika kau tidak keberatan, izinkan aku tuk jadi wadah curahan hatimu!” Kak Mia
menghempaskan tangisannya di pelukanku. Ku rasakan tubuhnya bergetar, hingga
rasa sesak di hatinya turut kurasakan. “Luapkan semua emosimu kak, menangislah
sepuasnya. Aku akan menemanimu”, seketika tangisnya berhenti. Kak Mia menghapus
air mata yang menghalangi pandangannya. Sekarang tatapan kami beradu. Ia
berusaha untuk bercerita, meski sedikit tersendat oleh tangisnya. “Aku tak apa,
aku baik-baik saja. Aku hanya..... Hanya takut. Takut bila nanti ku tlah tiada,
semua orang akan kecewa karena aku tak sempat membahagiakan mereka. Terutama
ayah dan ibu!” Aku tersentak mendengarnya, tak kusangka kalimat itu yang keluar
dari bibir manis kak Mia. Kalimat itu yang membuat sesak hati kakakku tercinta.
“Oh kakak, apa yang
telah kau pikirkan? Tak pantas bila kau berkata seperti itu. Hidup dan mati itu
rahasia Tuhan......” “Aku tau, umur manusia siapa yang tau. Aku takut bila nanti hal itu akan terjadi” kak
Mia menyelat pembicaraanku. Aku berusaha menenangkan hatinya “Sudahlah, begini
saja. Kita buat sebuah perjanjian.
Mulai sekarang berjuanglah untuk
membuat hati ayah & ibu bangga, bagaimanapun caranya. Emh..... Aku punya
usul! Kau bisa berusaha untuk menyelesaikan kuliahmu dengan segera. Dengan
begitu ayah & ibu akan bangga padamu” Kak Mia terdiam sejenak, seperti ada
yang ia pikirkan di benaknya. “Bagaimana jika aku tak bisa melakukannya?
Bagaimana bila waktuku di dunia ini telah habis sebelum aku menyelesaikan tugas
itu?” “Aku yang akan menggantikanmu. Aku akan meneruskan perjuanganmu. Aku akan
berjuang agar aku bisa ditrima di universitas negeri lewat jalur undangan. Itu
kan yang ayah & ibu inginkan?” “Oh
Dika.... Kau sungguh adik yang baik. Berjanjilah untuk melaksanakan tugas itu
dengan baik” “Ya, aku berjanji. Seperti mu janji mu padaku”
***
Hari-hariku sangat
indah, kebahagiaanku bersumber pada keluarga kecil yang kumiliki. Ayah, ibu dan
kak Mia selalu berbagi kasih dan sayangnya padaku. Seperti yang pernah ia
janjikan padaku, kak Mia telah berhasil menyelesaikan kuliahnya. Kira-kira
sebulan lagi ia akan diwisuda. Namun kekhawatiranku muncul ketika dokter memfonis
kak Mia bahwa umurnya takkan lama lagi. Karena kondisi tubuhnya yang semakin
lemah, kak Mia terpaksa dirawat inap. Setiap sepulang sekolah, aku menyempatkan
diri untuk menemaninya. Apapun kulakukan, demi kesembuhan kak Mia. Suatu ketika
saat aku mengunjungi kak Mia, kamar tempat ia biasa dirawat nampak sepi. Aku bingung,
takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Segera aku bertanya pada perawat di
sana. Ternyata kak Mia sedang anteng duduk di kursi roda di taman belakang. Aku
menghampirinya dan menghabiskan waktu bersamanya sebelum senja tiba. Canda tawa selalu menghiasi hari-hari kak Mia.
Ia pandai menyembunyikan rasa sakit yang menghampirinya. Bahkan selama aku
menemaninya, dia tak pernah mengeluh padaku. Itu yang kusuka dari seorang Mia
Marshantia. Seorang kakak yang tegar bagiku.
Dua minggu lagi
kakak akan diwisuda, ia tak sabar menunggunya dan sampai saat itu kakak
terlihat jauh lebih baik. Bahkan dokter membolehkannya untuk pulang ke rumah. Kakak
nampak sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk acara wisuda nanti. Ayah
& ibu nampak bahagia. Namun seminggu sebelum acar wisuda dilaksanakan,
kondisi tubuh kakak kembali melemah. Bahkan ia mengalami koma. Kami sangat
khawatir dengannya. Ayah dan ibu tak henti-hentinya menemani Kak Mia yang
terbaring lemah. Begitu juga denganku. Kami terus berdoa semoga Tuhan masih
mengizinkan kak Mia untuk hadir di acara wisuda yang telah lama ia nantikan.
Hanya itu yang kami pinta, kami akan merelakan kepergiaannya ketika ia telah
menghadiri acara wisuda itu. Kami ingin melihat senyum cerianya untuk yang
terakhir kali. Detik demi detik berlalu, yang kami lakukan hanyalah berdoa.
Karena memang hanya itu yang dapat kami lakukan. Dokter pun tak berani untuk
berjanji bahwa kak Mia akan terbangun dari komanya.
Tuhan berekendak
lain! Tepat sehari sebelum acara wisuda itu, kakak tertidur untuk selamanya.
Kami tak bisa berharap lagi, ia telah pergi meninggalkan kami untuk selamanya.
Tak ada lagi senyumannya yang khas, tak ada lagi canda tawa yang biasa
terdengar. Semua telah menjadi kenangan yang terukir indah di hati dan ingatan
kami. Aku sedikit kecewa pada takdir yang telah digariskan Tuhan pada Kak Mia.
Mengapa Tuhan tega mengajak Kak Mia untuk kembali ke sisi-Nya sebelum Kak Mia
mendapatkan apa yang ia inginkan? Mengapa Tuhan tak mengizinkan Kak Mia
menyelesaikan niat baiknya untuk membuat ayah & ibu bangga? Mengapa Tuhan
berkehendak lain? Dan mengapa Tuhan mengambil nyawanya tepat sehari sebelum
hari bahagianya terjadi? Aku benar-benar kecewa.
Tapi itu dulu, kini
tak ada lagi rasa kecewa mengganggu hatiku. Setelah ku teringat akan janjiku
pada Kak Mia. Ya, aku berjanji akan melanjutkan perjuangannya untuk membuat
ayah & ibu bangga. Syukurlah aku ditrima di universitas negeri yang aku
inginkan. Tak tanggung-tanggung, ribuan siswa yang mendapat jalur undangan
telah aku kalahkan. Aku bisa membuat ayah & ibu bangga, bahkan mungkin saat
ini Kak Mia turut merasakan kebahagiaan kami di surga sana. Dan kini aku
tersadar, apa yang dulu aku perbuat itu semua salah! Tak baik menyalahkan
Tuhan, Tak baik merasa kecewa atas apa yang telah Tuhan berikan pada jalan
kita. Karena selalu ada hikmah di balik semua itu. Tuhan selalu memberikan apa
yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Kak Mia memang tak bisa
menyelesaikan tugasnya hingga selesai. Namun berkat perjuangan Kak Mia, aku
bisa termotivasi untuk menyelesaikan tugasku. Lewat peruangan Kak Mia, aku bisa
membuat ayah & ibu bahagia, sama persis seperti apa yang Kak Mia
cita-citakan.
“Ini mas
pesanannya”, seorang pelayan restaurant membangunkanku dari lamunan. “Oh, ya
terimakasih mbak”. Hari ini aku berencana untuk mengunjungi panti asuhan,
kegiatan rutin yang kulakukan setiap hari sabtu. Ini juga merupakan salah satu
keinginan kak Mia sebelum ia tiada. “Nanti aku ingin memberikan sedikit uang
saku yang telah aku kumpulkan untuk berbagi kebahagiaan pada mereka dik. Aku
ingin membuat sebuah senyum di wajah mereka, meski hanya lewat sekotak
makanan”. Sungguh keinginan yang mulia. Meski kini ia telah bahagia di
surga-Nya, namun semua kenangan itu akan terus ada di dalam hatiku.
Label: Cerpen |