السلام عليكم
Hey ! Good days to you!
Click here WARNING.!!
I'm Sorry... Right click aren't allowed here. Please click CTRL+C to copy and CTRL+V to past. Thanks a lot!❤ Tagboard
Rainbow after Rain Credits
Basecode: Nadya. Full edit: SitiSyuhadah Re-Edit by: Me Rain's friendship I love clouds and pretty raindrops My Favourite Site Click Here => | VivaLapasatu | TUMBLR | Follow @_Dianmaulani
| SURAT COKELAT 1
By: Dian Maulani Putri
Langit senja nampak tak bersahabat. Gemuruh yang datang
berkali-kali, disertai kilatan cahaya dari langit. Wussshhh…….- Angin kencang
menerbangkan tirai jendela kamar yang nampak terbuka. Dengan langkah yang
menyeret, Diana bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas menutup jendela
kamar. Sungguh ia membenci situasi seperti ini. Di luar sana rintikan hujan
mulai turun dengan damainya. Namun kedamaian itu tak mampu mengalahkan rasa
gundah yang menyerang hatinya.
“Sial! Apes banget
sih gue hari ini?” Diana tak henti-hentinya merutuki hari ini sebagai hari sial.
Melewati 5 jam membosankan di sekolah, memergoki pacar berduaan dengan cewek
lain –setelah sekian lama putus nyambung- dan akhirnya berakhir untuk
selamanya, mendengar berjuta-juta penjelasan dari Romi –pacar Diana, sekarang
sih mantan- yang sebenernya nggak berguna, menunggu berjam-jam si Mamang –supir
pribadinya- yang telat menjemput, benar-benar hari sial! Bukan 5 jam
membosankan ataupun si Mamang telat jemput yang membuat Diana membenci hari
ini. Sudah 2 tahun sejak pertama kali ia dan Romi bertemu, baru kali ini ia tak
ingin melihat wajah tampan Romi lagi. Ingin rasanya mencakar-cakar pria sadis
itu. Selama 2 tahun itu pula Diana sabar menghadapi Romi yang berulang kali
kencan dengan cewek yang berbeda. Selalu berbeda, dan saat Diana meminta
penjelasan, Romi selalu berbohong, berkata mereka hanya sahabat baiknya. “Dasar
Playboy!” amarah Diana di luar kendali. Ia berhasil meretakkan cermin riasnya
menggunakan gelas yang ia lemparkan. Untung saja kedua orang tuanya tak
mendengar keributan itu. Mengingat rumahnya yang gedongan, ditambah suara
gemuruh hujan yang begitu keras.
Dua hari Diana
memilih untuk diam di rumah, di dalam kamar tepatnya. Ia menutup rapat pintu
kamarnya. Tak seorangpun ia izinkan masuk. “Diana, buka pintunya nak. Kamu
kenapa?” sekian kalinya nyonya Anggun –ibu Diana- mengetok pintu kamar sang
anak. Ia membujuk Diana agar mau membuka pintu, namun sia-sia. “Kamu belum
makan dari pagi nak. Nanti kamu sakit. Cepet buka pintunya” omelan nyonya
anggun tak henti-hentinya mengusik telinga Diana. Ia menyumpal kedua telinganya
dengan sepasang Headshet dan memutar lagu dengan volume keras. Ia
berdiri di depan cermin retak, yang jika disentuh sedikit pasti berjatuhan di
lantai menjadi kepingan-kepingan tajam. Ia melihat bayangan dirinya di cermin.
Kacau, tak karuan. Wajahnya nampak kusut, sama seperti hatinya. Kedua matanya
sembab. Di hadapan cermin, Diana kembali menangis. Sayup-sayup Diana mendengar
seseorang memanggil namanya. Ia berusaha
mengabaikan, mengeraskan volume musik di telinganya. “Diana pingin sendiri, ma.
Jangan ganggu Diana!” teriak Diana kepada seseorang yang sebenarnya bukan sang
mama. “Hey, sejak kapan gue ngelahirin lo! Gue bukan nyokap lo kali, makanya
jangan asal nyerocos. Liat dulu sapa yang dateng!” Diana terdiam. Ia melepas
headshet yang mengganjal telinganya. Lalu pandangannya menyapu sekeliling
kamar. Ia menangkap siluet tubuh seseorang, berdiri di balik jendela kamar yang
tertutup tirai.
“Viko? Ngapain lo berdiri di balkon kamar gue? Dan gimana caranya
lo bisa nyampe sini?” “Manjat pohon lah, gue kan cowo! Gara-gara lo sih kagak
mau bukain pintu buat gue, jadi manjat deh!. Tapi keren kan!” Viko memasang
cengir khasnya. Diana membisu. Entah ia mendengar perkataan Viko atau tidak.
“Yaelah dia ngelamun. Hoy princess! Jangan ngelamun di siang bolong. Nyeremin
tau! Kesambet baru tau rasa lo!”
teriakan Viko memecah lamunan Diana. “Ehm… iya. Eh lo ngapain di sini?”
Diana memulai percakapan. “Gue bawain bubur ayam buat lo. Belum makan dari pagi
kan?” “Gue nggak mau makan.” Jawab Diana singkat. “Tapi lo harus makan. Emang lo
mau jadi trending topic di twitter? ‘seorang remaja ditemukan tewas
patah hati di dalam kamar’ terus nama lo
disebut-sebut banyak orang karena ulah konyol lo itu, haha” Viko tak dapat
menahan tawanya, Diana semakin mengerutkan dahinya hingga sekilas kedua alisnya
tampak menyatu. Viko menghentikan tawanya dan duduk di sebelah Diana. Selama
beberapa menit Diana asyik melamun sembari memeluk kedua lututnya. Sesekali ia
mengusap air mata yang membasahi pipi. Viko iba melihat sahabat karibnya
seperti itu. Ia memeluk Diana, hingga membuat Diana melepaskan kedua lutut dari
pelukannya. Kini mereka berdua saling berpelukan, membagi duka bersama. Diana menangis
sejadi-jadinya. “Puas-puasin lo nangis, Di. Gue nggak akan biarin lo sendiri.”
Viko berusaha memahami kondisi Diana. “Romi jahat, Ko! Dia tega bohongin gue
mulu. Selama ini bener dugaan gue. Dia playboy yang bisanya mainin hati cewek
termasuk gue! Gue capek, kesabaran gue udah di ujung! Gue benci dia!” Diana
spontan memukul-mukul tubuh Viko.
***
Diana, andai lo
tau gimana rapuhnya gue waktu tau cewek yang gue suka dihianatin sama pacarnya.
Andai lo tau bahwa saat ini cewek itu lagi meluapkan emosinya di pelukan gue.
Andai lo tau, nggak akan pernah ada yang bisa ngalahin rasa sayang gue yang
begitu besar ke lo. Andai gue punya kesempatan buat ungkapin semuanya. Tapi
kalaupun kesempatan itu ada, gue nggak akan pake. Gue nggak mau ngerusak
persahabatan kita. Gue lebih nyaman kaya gini. Ngejagain lo dari deket, bahkan
lebih deket dari pada pacar lo sendiri. Gue janji akan jagain lo semampu gue,
seumur hidup gue. Gue sayang lo, Diana!
Viko membaca sepucuk surat yang puluhan tahun lalu ia tulis, untuk
seseorang yang ia kagumi. Wanita cantik, yang ia sebut Princess. Ya.. sama
seperti julukannya. Wanita itu yang selalu menjadi permaisuri di mimpinya.
Hingga sekarang, hingga wanita itu telah memiliki keluarga. Di dalamnya wanita
itu menjadi sang ratu ditemani seorang raja yang menyayanginya dan dikaruniai
dua orang puteri kecil yang cantik. Secantik ibunya. Namun yang menjadi raja
bukanlah dirinya. Seperti janjinya di surat itu, Viko hanya menjadi sahabat
karib yang menjaga Diana seumur hidupnya. Dan kini, tugasnya telah usai.
Umurnya takkan lama lagi. Penyakit kanker yang ia derita sebentar lagi akan
mengantarkannya ke surga. Diana tak perlu tahu akan hal ini. Kalaupun nantinya
Diana tahu, tugas Viko sebagai pereda tangisnya telah tergantikan oleh suami
Diana. Setidaknya, Viko bisa meninggalkan Diana dengan tenang. Dia telah
menjalankan tugasnya dengan baik.
***
Hari ini hari yang
tak terduga, hari paling tragis sepanjang hidup Diana. Tadi malam ia mendengar
suara Viko menyeru ‘selamat ulang tahun, princess’ lewat telepon genggamnya.
Namun seseorang mengusik hari bahagianya, membawa berita bahwa Viko telah
tiada. Diana syok, saat itu juga ia meninggalkan pesta ulang tahunnya. Bergegas
menuju rumah sakit untuk membuktikan bahwa berita tersebut salah. Namun seorang suster menghampirinya, “Ibu
yang bernama nyonya Diana? Ini ada titipan surat dari almarhum Viko, sehari
sebelum ia menghembuskan nafas”. Diana rapuh, ia tak kuasa menahan tangis.
Diana membaca surat tersebut dengan hati yang bergetar. Itu surat puluhan tahun
lalu yang ditulis Viko untuknya.
Label: Cerpen, Cinta, Curhat, HUJAN, Pengalamanku, Puisi |